Habis gajian, bermaksud untuk
refresing di toko buku. Alih-alih menemukan buku menarik dan
menyenangkan, yang pertama saya angkat dari pajangannya dan saya baca
malah buku yang isinya kurang lebih menyarankan agar jangan mati di Bali.
Karena menurut pandangan penulisnya, mati di Bali akan menyusahkan
keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan, baik dari sisi upacara yang
harus dilakukan maupun, terutama, dari sisi biaya upacara itu sendiri.
sungguh buku yang aneh, mengingat yang menulis adalah orang Bali.
Menurut
saya, bagi orang Bali yang biasa melakukan upacara, khususnya Yadnya,
tidak akan terlalu menyusahkan melakukan upacara untuk orang meninggal
(dalam hal ini Ngaben). Upacara Yadnya sudah biasa dilakukan orang Bali
sejak dari baru lahir sampai mati. Dari bayi baru lahir sudah
dilaksanakan upacara Jatakarma Samskara. Yang akan berlanjut dengan
upacara Tutug kambuhan, Mesambutan, Otonan sampai dengan nantinya dia
mati yang diakhiri dengan upacara Pitra Yadnya. Dan semua orang Bali
dengan senang hati melakukan semua upacara tersebut. Dalam kaitannya
dengan upacara kematian, masyarakat akan dengan senang hati membantu
keluarga yang ditinggalkan dalam melaksanakan upacara tersebut, apalagi
orang yang meninggal semasa hidup juga senang membantu orang. Kalau anda
tidak suka bermasyarakat dan saling membantu, baru mungkin anda tidak
akan di pedulikan oleh masyarakat.
Ada
ungkapan yang mengatakan, semakin banyak orang yang berduka saat anda
mati, berarti semakin banyak orang yang mendoakan anda agar mendapat
tempat yang baik disana. Dan itu terjadi jika anda seperti yang saya
katakan diatas, senang membantu dan bermasyarakat.
Kalau anda tidak bisa menerima kondisi tersebut, jangan hidup di Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar