Judi adalah
hidup dan mati. Tajen contohnya. Dalam judi sabung ayam ini sangat banyak hal
terkait dengan hidup dan mati. Dua ayam jago yang hidup akan saling beradu
untuk menentukan mana yang lebih kuat. Biasanya salah satu akan mati. Yang satu
akan tetap hidup, setidaknya sampai nanti dia mati, di arena atau karena usia.
Orang-orang yang terlibatpun sama.
Saya (baca:
saye), orang yang menjadi wasit dalam tajen, mendapat upah untuk setiap
pekerjaannya. Namun dia harus jujur dalam menentukan pemenang. Kalau tidak,
nasibnya akan sama dengan ayam yang kalah, mati diamuk massa. Penjudinya, atau
yang biasa disebut bebotoh tajen, kalau menang bawa pulang uang. Kalahpun
terkadang masih bisa senang, karena datang hanya untuk hiburan. Tidak bawa
uangpun bisa pulang bawa uang, diberi oleh bandar judi bola. Pedagang yang
berjualan di arena tajen jelas akan untung banyak. Penjudi tajen sudah terkenal
royal belanja. Nasi babi guling dengan harga sepuluh ribu, tetap dibeli walau
dijual dua kali lipat harga. Petugas keamanan, yang tidak berseragam, dapat
dari biaya parker. Petugas berseragam? Ah, tidak usah ditanya lagi.
Tajen, bagi
sebagian orang, adalah payuk jakan, meski bukan yang utama. Orang bisa senang,
hidup lebih lama dari tajen. Sama halnya bisa juga mati karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar