Rabu, 27 November 2013

Hidup Mati Judi



Judi adalah hidup dan mati. Tajen contohnya. Dalam judi sabung ayam ini sangat banyak hal terkait dengan hidup dan mati. Dua ayam jago yang hidup akan saling beradu untuk menentukan mana yang lebih kuat. Biasanya salah satu akan mati. Yang satu akan tetap hidup, setidaknya sampai nanti dia mati, di arena atau karena usia. Orang-orang yang terlibatpun sama. 
Saya (baca: saye), orang yang menjadi wasit dalam tajen, mendapat upah untuk setiap pekerjaannya. Namun dia harus jujur dalam menentukan pemenang. Kalau tidak, nasibnya akan sama dengan ayam yang kalah, mati diamuk massa. Penjudinya, atau yang biasa disebut bebotoh tajen, kalau menang bawa pulang uang. Kalahpun terkadang masih bisa senang, karena datang hanya untuk hiburan. Tidak bawa uangpun bisa pulang bawa uang, diberi oleh bandar judi bola. Pedagang yang berjualan di arena tajen jelas akan untung banyak. Penjudi tajen sudah terkenal royal belanja. Nasi babi guling dengan harga sepuluh ribu, tetap dibeli walau dijual dua kali lipat harga. Petugas keamanan, yang tidak berseragam, dapat dari biaya parker. Petugas berseragam? Ah, tidak usah ditanya lagi.
Tajen, bagi sebagian orang, adalah payuk jakan, meski bukan yang utama. Orang bisa senang, hidup lebih lama dari tajen. Sama halnya bisa juga mati karenanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar